Temukan Blueprint Rahasia untuk Meraih Ribuan Dollar melalui Affiliate Marketing

Why Abraham's Seed?

Blog ini diberi nama Abraham's Seed "Karena jika kita adalah milik Kristus kita juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Gal 3:29)

This blog is named with Abraham's Seed because "If you belong to Christ, then you are Abraham's seed, and heirs according to the promise." (Gal 3:29)
Read full story

Showing posts with label Testimony. Show all posts
Showing posts with label Testimony. Show all posts

Wednesday, April 14, 2010

GiVe only the BeSt !!!‎

Suatu malam ada pria tua & istrinya memasuki sebuah lobi hotel kecil di Philadelpia. "Semua hotel besar dikota ini telah terisi, bisakah kau beri kami satu kamar saja?" kata pria tua itu. Pegawai hotel menjawab "semua kamar telah penuh krn ada 3 event besar yang bersamaan diadakan dikota itu,tapi saya tdk bisa menyuruh pasangan yang baik seperti Anda utk berhujan2 diluar sana pada pukul satu dini hari seperti ini, bersediakah anda berdua tidur dikamar saya?".


Keesokan harinya pada saat bayar tagihan, pria tua itu berkata pada si pegawai hotel "kamulah manajer yg seharusnya jadi bos hotel terbaik di USA, krn kamu lakukan pekerjaanmu dengan hati yang mau melayani, mungkin suatu hari saya bangunkan satu hotel utkmu". Pegawai hotel itu hanya ‎​ tersenyum lebar & melupakan kata2 pria tua itu, krn dia pikir dirinya hanya seorg pegawai biasa.


Kira-kira 2 tahun kemudian, ia menerima surat yg berisi tiket ke New York & permintaan agar ia jadi tamu pasangan tua tsb. Setelah berada di New York, pria tua mengajak si pegawai hotel itu kesudut jln antara Fifth Avenue & Thirty-Fourth Street, dimana ia menunjuk sebuah bangunan baru yg luar biasa megah dan mengatakan "Itulah hotel yang saya bangun utk kau kelola". Pegawai hotel itu adalah George.C.Boldt, menerima tawaran William Waldorf Astor si pria tua, utk jadi GM dr hotel Waldorf-Astoria, yg menjadi hotel terbaik didunia pada jamannya.....

Guy's, benar sekali bahwa sikap kita dalam bekerja sangat menentukan keberhasilan kita, bila kita bekerja hanya utk mencari uang semata, maka karier / hasil yg kita peroleh biasa2 aja.. Namun jika kita bekerja dengan hati yg mau melayani org lain, dgn motivasi bahwa pekerjaan kita hrs jadi berkat buat orang lain, maka jangan kaget kalo Tuhan akan mengangkat kita & memberi kita berkat yang melimpah....

So let's work for goodness

Thursday, December 10, 2009

Perbuatan Baik Akan Kembali Kepada Kita Lagi

[Terjemahan bebas oleh Sammy Lee]

The man slowly looked up. This was a woman clearly accustomed to the finer things of life. Her coat was new. [Dengan perlahan-lahan orang itu memandang keatas. Tampak olehnya seorang wanita yang pasti biasa hidup mewah. Mantel bulunya tampak baru.]

 

She looked like she had never missed a meal in her life. His first thought was that she wanted to make fun of him, like so many others had done before. [Kelihatan dia seperti seorang yang tidak pernah kelaparan seumur hidupnya. Sekilas pada benaknya dia terpikir bahwa tentu wanita itu akan mengolok-olok kepadanya seperti yang sering dilakukan banyak mereka sebelumnya.]


"Leave me alone," he growled... To his amazement,the woman continued standing. She was smiling – her even white teeth displayed in dazzling rows.[“Tinggalkan aku sendirian,” gumamnya dengan marah… Tapi dia merasa heran karena wanita itu tetap berdiri disitu. Dia tersenyum – sehingga sebaris giginya yang putih rata tampak berkilauan.]

"Are you hungry?" she asked. "No," he answered sarcastically. "I've just come from dining with the president.. Now go away." [”Apakah anda lapar?” dia bertanya.

 

“Tidak,” jawabnya dengan penuh ejekan. ”Saya baru saja selesai makan malam dengan President USA ... Nah, pergilah kesana.”]

The woman's smile became even broader. [Senyman dari wanita itu menjadi lebih lebar.]

Suddenly the man felt a gentle hand under his arm."What are you doing, lady?" the man asked angrily. "I said to leave me alone..” [Tiba-tiba orang itu merasa tangan yang lemah lembut mencoba mengangkatnya untuk berdiri. “Nyonya, apa yang kau lakukan?” orang itu bertanya dengan marah. ”Aku sudah bilang, biarkan aku sendirian.”]

Just then a policeman came up. "Is there any problem, ma'am?" he asked.. [Pada saat itu seorang polisi mendekati. “Ada masalah apa, nyonya?” dia bertanya.. ]

"No problem here, officer," the woman answered... "I'm just trying to get this man to his feet. Will you help me?" [Tidak ada masalah sama sekali, pak,” jawab perempuan itu. “Saya hanya berusaha mengangkat orang ini berdiri pada kakinya. Bolehkah anda menolong saya?”]

The officer scratched his head. "That's old Jack. He's been a fixture around here for a couple of years.. What do you want with him?" [Polisi itu menggaruk-garuk kepalanya.. “Itu adalah si Jack tua. Dia sudah beberapa tahun lamanya bergelandangan disini. Anda mau bikin apa kepadanya?”]

"See that cafeteria over there?" she asked. "I'm going to get him something to eat and get him out of the cold for awhile." [“Anda lihat cafeteria itu disana?” dia bertanya. ”Saya mau memberikan makanan kepadanya dan membawa dia menghindar dari hawa yang dingin ini untuk sebentar.”]

"Are you crazy, lady?" the homeless man resisted. "I don't want to go in there!" Then he felt strong hands grab his other arm and lift him up. [“Apakah anda sudah gila, nyonya?” orang yang gelandangan itu menolak tanpa bergeming. “Aku tidak mau pergi kesana!” Pada saat itu merasakan tangan-tangan yang kuat memegang lengannya yang sebelah lagi dan mengangkat dia berdiri pada kakinya.]

"Let me go, officer. I didn't do anything.." [”Biarkan aku pergi, pak polisi. Aku tidak berbuat salah apa pun..”]

"This is a good deal for you, Jack," the officer answered. "Don't blow it. [“Ini adalah perbuatan baik untukmu, Jack,” jawab polisi itu. “Jangan sia-siakan itu, kawan.”]

"Finally, and with some difficulty, the woman and the police officer got Jack into the cafeteria and sat him at a table in a remote corner. It was the middle of the morning, so most of the breakfast crowd had already left and the lunch bunch had not yet arrived. [Akhirnya dan dengan susah payah, wanita dan polisi itu
berhasil membawa Jack kedalam cafetaria dan mendudukkan dia disamping meja yang berada disudut. Hari sudah mulai larut, jadi kebanyakan orang yang makan pagi sudah pergi dan mereka langganan untuk makan siang masih belum tiba.]

The manager strode across the cafeteria and stood by his table. "What's going on here, officer?" he asked."What is all this, is this man in trouble?" [Manager cafeteria itu berjalan mendekati dan berdiri disamping meja itu. ”Ada apa ini, pak polisi?” dia bertanya.. “Apa artinya ini, apakah orang ini membuat masalah?”]

"This lady brought this man in here to be fed,"the policeman answered. [Nyonya ini telah membawa orang ini untuk diberikan makan disini,” jawab polisi itu.]

"Not in here!" the manager replied angrily. "Having a person like that here is bad for business." [”Tidak ditempat ini!” jawab manager itu dengan marah. ”Membiarkan orang seperti ini berada disini akan membawa malapetaka kepada dagang kami.” ]

Old Jack smiled a toothless grin. "See, lady. I told you so. Now if you'll let me go. I didn't want to come here in the first place." [Jack tua tersenyum menyeringai dengan giginya yang ompong. “Kau lihat itu, nyonya. Saya kan sudah katakan. Nah, sekarang biarkanlah akau bergi. Saya memang dari semula tidak mau datang kemari.]

The woman turned to the cafeteria manager and smiled."Sir, are you familiar with Eddy and Associates,the banking firm down the street?" [Wanita itu berpaling kepada manager cafeteria itu sambil tersenyum. “Pak, kenalkah anda kepada Eddy and Associates, perusahaan perbankan yang ada disudut jalan itu?”]

"Of course I am," the manager answered impatiently. "They hold their weekly meetings in one of my banquet rooms.." [“Tentu saja aku kenal mereka, setiap minggu mereka mengadakan pertemuan rutin mereka di salah satu ruangan pesta VIP ku untuk santap malam.]

"And do you make a goodly amount of money providing food at these weekly meetings?" [“Dan anda mendapat keuntungan yang lumayan menyediakan makanan untuk pertemuan mingguan ini?”]

"What business is that of yours?" [Apakah urusanmu dengan hal itu?”]


“I, sir, am Penelope Eddy, president and CEO of the company." [”Saya, Pak, adalah Penelope Eddy, President dan CEO dari perusahaan itu.”]

"Oh.." [”Oh..”]

The woman smiled again.. "I thought that might make a difference." [Wanita itu tersenyum lagi..”Saya memang berpikir bahwa itu mungkin bisa membuat perubahan dalam sikap anda.”]

She glanced at the cop who was busy stifling a laugh."Would you like to join us in a cup of coffee and a meal, officer?" [Dia melirik kepada polisi yang sedang berusaha menyembunyikan tertawanya. “Pak polisi, apakah anda mau ikut serta dengan kami menikmati secangkir kopi dan sarapan?”]

"No thanks, ma'am," the officer replied.
"I'm on duty." [“Oh, tidak, terima kasih, nyonya,” jawab polisi itu. “Saya sedang dalam tugas.”]

"Then, perhaps, a cup of coffee to go?"
"Yes, ma'am.. That would be very nice." [“Nah, kalau begitu, mungkin secangkir kopi untuk ada bawa pergi?” “Baiklah, nyonya.. Itu sangat baik, terima kasih.”]

The cafeteria manager turned on his heel.. "I'll get your coffee for you right away, officer." [Manager cafeteria itu langsung berbalik dan berkata..”Saya akan mengambil kopinya untuk anda, pak polisi.”]

The officer watched him walk away... "You certainly put him in his place," he said. [Polisi itu memandang manager itu berjalan pergi..” ”Anda sudah menyadarkan dia akan posisinya dengan baik,” katanya.

"That was not my intent... Believe it or not, I have a reason for all this." [Itu bukanlah tujuan saya sebenarnya… Tapi anda percaya atau tidak saya mempunyai alasan untuk melakukan semua ini.”]

She sat down at the table across from her amazed dinner guest. She stared at him intently. [Dia duduk dipinggir meja diseberang tamunya yang melongo keheranan. Tamunya itu sekarang menerawang mukanya dengan penuh perhatian.]

"Jack, do you remember me?" [”Jack, apakah anda masih ingat kepada saya?”]

Old Jack searched her face with his old, rheumy eyes."I think so -- I mean you do look familiar." [Si Jack tua memandang wajah wanita itu dengan matanya yang mulai lamur dan berkaca-kaca dengan linangan air mata. “Saya rasa begitu – maksud saya, wajah anda memang kelihatan saya kenal.”]

"I'm a little older perhaps," she said.
"Maybe I've even filled out more than in my younger days when you worked here, and I came through that very door, cold and hungry." [“Mungkin aku sekarang kelihatan lebih tua,” dia berkata. “Mungkin usiaku sudah lebih dari dua kali lipat sejak masa mudaku ketika engkau bekerja disini, dan aku berjalan masuk melalui pintu, sedang kedinginan dan lapar.”]

"Ma'am?" the officer said questioningly. He couldn't believe that such a magnificently turned out woman could ever have been hungry. [“Bagaimana, nyonya?” polisi itu bertanya keheranan. Dia tidak bisa percaya bahwa seorang wanita yang begitu cemerlang tampangnya pernah mengalami lapar...”]


"I was just out of college," the woman began. "I had come to the city looking for a job, but I couldn't find anything. Finally I was down to my last few cents and had been kicked out of my apartment... I walked the streets for days. It was February and I was cold and nearly starving. I saw this place and walked in on the off chance that I could get something to eat.." [“Saya baru saja tamat dari Perguruan Tinggi,” wanita itu memulai kisahnya. “Saya sudah datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan, tapi tidak berhasil mendapatkan pekerjaan apa pun. Akhirnya uangku sisa beberapa sen saja, dan saya telah diusir dari apartmentku. .. Saya berjalan kesana kemari gelandangan dijalan untuk beberapa hari. Saat itu bulan Pebruari dan saya sedang sangat kedinginan dan hampir mati kelaparan. Saya melihat tempat ini dan berjalan masuk dengan harapan mudah-mudahan bisa memperoleh sesuatu yang dapat kumakan.”]

Jack lit up with a smile. "Now I remember," he said. "I was behind the serving counter. You came up and asked me if you could work for something to eat. I said that it was against company policy." [Si Jack mulai tersenyum wajahnya. “Sekarang saya ingat,” dia berkata. “Saya waktu itu berdiri dibalik meja sana sedang melayani langganan. Anda mendekati saya dan bertanya kalau anda bisa melakukan apa saja dengan upah sesuatu untuk dimakan. Saya berkata bahwa itu adalah melawan peraturan dari perusahaan ini.]

"I know," the woman continued. "Then you made me the biggest roast beef sandwich that I had ever seen, gave me a cup of coffee, and told me to go over to a corner table and enjoy it. I was afraid that you would get into trouble. Then, when I looked over and saw you put the price of my food in the cash register, I knew then that everything would be all right..." [“Saya tahu,” wanita itu melanjutkan. “Kemudian anda membuatkan saya sandwich roast beef yang paling besar yang pernah saya lihat seumur hidup, dan memberikan saya secangkir kopi, dan menyuruh saya untuk pergi duduk disatu sudut cafeteria ini dan menikmatinya. Saya takut waktu itu anda akan mengalami kesusahan karena saya. Kemudian saya melihat anda memasukkan uang dan mencetak harga makanan saya itu di mesin hitung, dan saya tahu bahwa semuanya beres.]

"So you started your own business?" Old Jack said. [Jadi anda memulaikan perusahaan anda sendiri?” kata si Jack tua.. ]

"I got a job that very afternoon. I worked my way up. [Saya mendapat pekerjaan pada sore hari itu juga. Saya mulai bekerja dari bawah dan makin meningkat.]

Eventually I started my own business that, with the help of God, prospered.." She opened her purse and pulled out a business card. [Akhirnya saya mulaikan perusahaan saya sendiri, dan dengan pertolongan Tuhan, saya berhasil..” Dia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kartu nama.]

"When you are finished here, I want you to pay a visit to a Mr.Lyons. He's the personnel director of my company. I'll go talk to him now and I'm certain he'll find something for you to do around the office." [“Sehabis anda makan, saya mau anda pergi menemui Mr.Lyons. Dia adalah direktur personil dari perusahaan saya. Saya akan berbicara dengan dia sekarang, dan saya merasa pasti bahwa dia akan menemukan suatu pekerjaan yang anda dapat lakukan dikantor.”]

She smiled. "I think he might even find the funds to give you a little advance so that you can buy some clothes and get a place to live until you get on your feet. If you ever need anything, my door is always open to you." [Dia tersenyum. “Saya pikir dia juga akan memberikan kepada anda sedikit uang panjar supaya anda bisa membeli pakaian dan mendapat tempat tinggal sampai anda bisa mandiri. Kalau anda memerlukan apa saja dikemudian hari, pintu rumah saya selalu
terbuka bagi anda.]

There were tears in the old man's eyes. "How can I ever thank you?" he asked. [Air mata berlinang-linang diwajah orang tua itu. ”Bagaimana saya akan bisa berterima kasih secukupnya kepada anda?” dia bertanya.]

"Don't thank me," the woman answered. "To God goes the glory. He led me to you." [“Jangan berterima kasih kepadaku,” jawab wanita itu. “Bagi Allah segala kemuliaan. Dialah yang telah menuntun saya kepada anda,”]

Outside the cafeteria, the officer and the woman paused at the entrance before going their separate ways.."Thank you for your help officer," she said. [Diluar cafeteria itu, polisi dan wanita itu berdiri sekejap didepan pintu sebelum mereka berpisah…” Terima kasih untuk pertolongan anda, pak polisi” dia berkata.]

"On the contrary, Ms. Eddy," he answered. "Thank you. I saw a miracle today, something that I will never forget, And thank you for the coffee." [“ Sebaliknya , Ny .. Eddy,” dia menjawab. “Terima kasih kepada anda. Saya menyaksikan sebuah mujizat hari ini, sesuatu yang saya tidak akan pernah melupakannya seumur hidup.. Dan terima kasih untuk kopi itu.]

Have a Wonderful Day. May God Bless You always and don't forget that when you "cast your bread upon the waters," you never know how it will be returned to you. God is so big He can cover the whole world with his Love and so small He can curl up inside your heart.. [Semoga anda menghadapi hari yang gemilang. Kiranya Tuhan memberkati anda selalu dan jangan pernah lupa bahwa kalau anda “menaburkan roti anda diatas air,” anda tidak tahu bagaimana itu akan kembali kepada anda kemudian. Tuhan itu begitu besar sehingga dia dapat menutupi seluruh bumi ini dengan kasihNya, dan sebaliknya Dia begitu kecil sehingga bisa masuk dan bersemayam didalam hatimu.]

Tuesday, November 24, 2009

Kunci Sukses Gereja di China

Suatu hari, saya pulang dari gereja. Di jalan saya ngobrol dengan teman-teman saya. Topik kita, apa bedanya gereja di China dengan gereja di Indonesia?!

 

Di China saya beribadah di sebuah gereja kecil tetapi punya iman yang sangat besar. Punya iman yang bisa menggoncang Surga. Tempat ibadah kita itu sempit sekali. Kita harus duduk berdesak-desakan. Malahan sering banget saya kebagian tempat duduk persis di sebelah WC. Gerejanya pun tidak punya band. Kita hanya kebaktian menggunakan piano. Yang bermain piano juga biasa-biasa saja. Pemimpin pujiannya juga orang-orang biasa. Ada kasir rumah sakit, ada guru. Tidak ada yang punya kemampuan MC yang wah... yang bisa menarik jemaat. Lagu-lagunya pun juga lagu-lagu biasa. Yang khotbah juga orang-orang biasa. Tidak ada yang lulusan STT. Mereka semua orang-orang 'awam'. Ada yang dokter, dosen. Pokoknya semua orang biasa.

 

Tapi guys, suasananya luar biasa. Saya belum pernah di Indo datang ke kebaktian yang suasananya bisa menandingi atmosfir penyembahan di gereja itu. Begitu jemaat berdiri dan kita nyanyi satu lagu, suci-suci-suci, hadirat Tuhan langsung turun. Begitu pemimpin pujiannya membacakan satu bagian dari Mazmur, hati saya bisa langsung nyesss ... seolah-olah Tuhan sendiri yang berbicara. Waktu pengkhotbahnya yang notabene orang-orang awam khotbah, semua jemaat diam. Saya sendiri bisa terheran-heran, apa yang mereka bicarakan, banyak yang saya sudah tahu, tapi kalau mereka bicara itu beda. Mereka punya kuasa. Mereka tidak khotbah dengan bahasa yang tinggi-tinggi, mereka ngga pernah kutip kata-kata orang-orang terkenal, mereka khotbah dengan bahasa yang sangat sederhana sehingga saya yang mandarinnya pas-pasan saja bisa mengerti dengan jelas.

 

Apa sih yang mereka khotbahkan?! Berkat?! Kesembuhan?! Bisnis lancar?! BUKAN. Dari minggu ke minggu yang mereka khotbahkan intinya selalu sama, PENGABARAN INJIL (PI). Topiknya bisa beda-beda, tapi intinya selalu sama. Mereka juga bicara soal kasih Tuhan, soal pengampunan, soal tanggung jawab, tapi mereka selalu membawa kepada Pengabaran Injil. Berapa banyak orang yang sudah kamu bawa kepada Tuhan?! Apa semua keluargamu sudah percaya?!?! Dan kalau denger kesaksian mereka, saya dan temen-temen saya selalu terharu. Kesaksian mereka 'beda' dengan yang kita sebut dengan
kesaksian di Indo. biasanya di Indo orang bersaksi, dulu saya sakit. Puji Tuhan sekarang sembuh. Bisnis saya dulu bangkrut, Puji Tuhan sekarang lancar. Tapi di China ...

 

Ada kesaksian tentang seorang anak perempuan. Papa mamanya tidak percaya Tuhan. Tiap kali anaknya berdoa selalu diomelin. Kalau di Indo kita pasti berharap akhirnya papa mamanya percaya. Memang akhirnya papa mamanya percaya. Tapi papa mamanya percaya justru di hari PEMAKAMAN anak perempuan itu. Anak itu akhirnya mati karena kecelakaan yang tragis, menurut kita itu tidak happy ending, tapi setelah papa mamanya percaya Tuhan, mereka selalu bawa orang ke gereja. Pernah di satu kebaktian mereka bawa 8 orang!! Dan semuanya (8 orang itu) percaya Tuhan! Ada kesaksian tentang seorang pensiunan kepala sekolah yang akhirnya bertobat. 4 hari sesudah dia bertobat, dia bawa 2 orang percaya Tuhan. 6 bulan kemudian, dia buka 1 persekutuan di rumahnya! Kepala sekolah ini tiap kali baca alkitab pasti nangis, dia menyesal kenapa tidak dari dulu percaya Tuhan!

 

Ada lagi kesaksian tentang seorang yang bisnisnya bangkrut, karena stress dia sakit parah, lalu di rumah sakit dia percaya Tuhan Yesus (kalau di Indo biasanya 'akhirnya happy ending' penyakitnya sembuh, bisnisnya lancar), tapi dia tidak. Setelah dia percaya Tuhan Yesus, sakitnya tambah parah, akhirnya MATI. Tidak happy end kan? Itu kan menurut kita, menurut Tuhan itu happy END!

 

Kesaksian yang lain tentang seorang suami, istrinya meninggal (tidak disembuhkan Tuhan loh!) Terus dia malah kesaksian. Selesai kesaksian dia nyanyi satu lagu. You Yi Wei Shen (There's A God). Guys, can you see the difference?!

 

Mereka TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN KENYAMAN MEREKA! Itu bedanya dengan kita. Yang mereka pikirkan itu kemuliaan Tuhan, jiwa-jiwa bukan bisnis lancar! Bukan kesembuhan. Pikiran mereka selalu, bagaimana caranya supaya ada lebih banyak lagi orang yang percaya sama Tuhan. Fokus dari anak-anak Tuhan di China itu adalah jiwa-jiwa, jiwa-jiwa dan JIWA-JIWA. Mereka tidak pernah berdoa minta sound system terbaru, mereka tidak pernah berdoa untuk mobil pastori yang baru, boro-boro mikir mobil, punya sepeda aja sudah Haleluya, Puji Tuhan! yang mereka doakan adalah, TUHAN NYATAKAN KEMULIAANMU. Tambahkan jumlah orang-orang yang percaya. Kau sudah berkati kami dengan kasih-Mu yang melimpah, kami mau orang-orang lain juga percaya, juga menikmati kasih-Mu.

 

Tidak heran kalau jumlah orang percaya terus bertambah! Karena MEREKA TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN DIRI SENDIRI. Yang mereka pikirkan itu Tuhan! Bagaimana Tuhan tidak mengabulkan doa mereka, kalau mereka meminta apa yang jadi
kerinduan Tuhan?!

 

Guys, saya tidak bilang tidak boleh berdoa supaya bisnis lancar, bukan itu. Tapi kemana fokus hati kita! Berapa sering di Indo kita khotbah soal Pengabaran Injil?!?! Satu bulan satu kali, itu sudah banyak. Mereka tiap minggu! Dan tidak ada yang bosan. Kenapa?! Karena siapa pun yang khotbah, ada kuasa Tuhan yang bekerja. Dan banyak yang bertobat.

 

Hari ini, sebelum selesai kebaktian, ada seorang dokter yang bilang, bahwa dia yakin bahwa Tuhan PASTI akan menambah jumlah orang-orang percaya. Dia tidak bilang, semoga Tuhan menambah jumlah orang-orang percaya, atau kalau Tuhan berkehendak. Dia bilang, Tuhan PASTI. Itu yang saya bilang iman yang bisa mengoncang surga. Mereka orang-orang yang sederhana, tapi mereka orang-orang yang mengerti HATI TUHAN!

 

Saya sih tidak heran kalau nanti di surga saya melihat ada encim-encim yang jualan sayur di pasar punya kedudukannya lebih tinggi daripada banyak pendeta. Karena dia mengerti hati Tuhan! Kemana hati Tuhan tertuju! JIWA-JIWA. Itu hati Tuhan.

 

Oleh : GS

Thursday, November 12, 2009

"Aku Telah Bekerja Lebih Keras daripada Mereka Semua"

dewa

Namanya keren, DEWA KLASIK ALEXANDER.
Tapi jujur nggak ada yang tahu siapa dia (termasuk saya) saat kami mengundangnya menyampaikan testimony di kebaktian Kamis malam.
Tubuhnya kurus, gaya seperti anak muda pada umumnya, sepintas memandang tidak terlalu istimewa. Tapi begitu kata demi kata mengalir keluar dari mulutnya, hampir semua yang hadir terbelalak.
Sedih, kagum, rasa tak percaya "masa sih...."  silih berganti mengisi hati, ... perasaan ini seperti diobok-obok.

"NAMA SAYA DEWA KLASIK"

dewa2
Masih sangat muda, 21 tahun, tepatnya pada 27 Maret yang lalu.
"Saya anak sulung dari 4 bersaudara, lahir di Malaysia  dan masa kecil saya banyak dihabiskan di luar Indonesia. Latar belakang keluarga saya adalah dari keluarga yang berpengaruh dan sangat berkecukupan"
, demikian Dewa memulai kesaksiannya.
Selanjutnya apa yang Dewa tuturkan sungguh membuat banyak orang, mostly, pasti akan iri setengah mati. Kelimpahan keuangan dari orangtuanya sungguh membuat hidupnya bak tokoh kartun di televisi era 1980an.
Mungkin nggak banyak yang tahu tentang karakter komik dari Harvey Comics ini yang sungguh luar biasa kaya raya, dan ... masih seorang anak kecil !!!

Living a RICHIE RICH Dream Life !!!

dewa3
Sepertinya begitulah gambaran kehidupan Dewa Klasik.
Punya uang saku yang berlimpah, liburan ke luar negeri bukan sesuatu yang istimewa baginya, no fake items, everything he had is branded...man.., dan bisa beli apa saja di usia yang masih sangat muda.
Waktu SMP di Jakarta International School, dia berkata "saya satu-satunya siswa yang bawa mobil Ferarri ke sekolah" (pas bagian ini, mulut-mulut yang mendengarkan pada mangap semua...  "haaaaah ???")
Dan biasanya kan orang berkata ohhh.. Tuhan itu adil.
Ada orang yang kayaaa banget, tapi otaknya lemot, hehe... supaya diseimbangkan dengan orang yang miskin tapi otaknya pintar.
Jadi masing-masing orang akan punya kelebihan (kayaknya sih ini pikiran orang sirik yah...hehe).
Nah, Dewa ini udah punya uang banyak, otaknya juga pintar.
Di atas rata-rata. Jarang kan yang begini...
Selalu mengikuti program akselerasi di sekolah, sehingga di usia 15 tahun sudah menamatkan SMA dan bisa masuk Oxford.
dewa4
Wait...wait...wait...
Oxfordnya bukan yang di Bandung atau di Jakarta .. bukan.. bukan lembaga kursus bahasa Inggris loh...
Tapi bener-bener Oxford University yang tersohor itu...
Yaaa.... betul... yang di Inggris sono.
Hmmmh... pasti banyak yang berangan-angan "andainya aku seperti dia....kaya, pinter, terkenal...."
Tapi ternyata Dewa nggak betah belajar di Inggris, sehingga minta pulang ke Indonesia. Sebelum pulang, seperti biasa dia mampir ke sebuah toko buku yang besar di Inggris (hobby membacanya memang luar biasa !!!), tapi di situlah babak baru kehidupannya akan segera dimulai.

WHAT MAKES GOD SMILE?

dewa5
Sepertinya nggak sengaja, ... tertarik dengan sebuah buku yang merupakan best seller dan terjual jutaan copies "THE PURPOSE DRIVEN LIFE" nya
Rick Warren
, Dewa membaca judul-judul bab yang ada di buku itu.
Dan matanya berhenti pada judul chapter 9 :  "What Makes God Smile?"
A big... big question mark
memenuhi hati Dewa. Tak pernah terbayangkan dalam benaknya bahwa Tuhan bisa tersenyum.
Pulang ke Indonesia, dia berusaha mencari jawaban dengan pergi ke gereja, membaca buku-buku kekristenan tapi masih belum bisa meyakinkannya. Sampai suatu ketika dalam pergumulan atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi batinnya, di dalam kamar Dewa berkata "Tuhan jika Engkau benar-benar nyata tunjukan diri-Mu..”
Saat itu tiba-tiba ada suara yang sangat lembut berkata “Son, it’s Me...”
yang membuat  air matanya mengalir tak tertahankan. Ia melihat sebuah sinar yang sangat menyilaukan hingga membuat ia tertunduk dalam tangisannya. Tapi saat itu ia masih juga tidak percaya dan berpikir bahwa semua hanya halusinasi. Tapi suara lembut itu terus berulang “Son, it’s Me...” hingga ke-empat kalinya. Akhirnya Dewa menyerah dan percaya.
Sungguh perjumpaan yang sangat intim sekali.
Tuhan menyatakan kepada Dewa bahwa Ia adalah Bapa. Suatu sebutan yang nggak pernah dia kenal dan yang nggak pernah dia ketahui sebelumnya.
Hari itu Dewa mengambil keputusan untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Babak baru kehidupannya pun dimulai.
Menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat berarti menanggalkan kehidupan yang lama.
Singkat cerita Dewa terbuang dari keluarga, segala fasilitas hidup termasuk keuangan dihentikan. Kehidupan Richie Rich berhenti sudah.
Dewa mengalami aniaya secara fisik maupun verbal.
Sambil meneteskan air mata dia mengungkapkan bahwa yang paling memilukan hatinya adalah saat sang mama berkata, "... mama menyesal telah melahirkan kamu ke dunia ini..." .
Segala haknya sebagai anggota keluarga diputuskan dan ia diusir dari rumah.
Dewa berangkat ke Jakarta dengan hanya bermodalkan sebuah ponsel yang sempat ia sembunyikan.
Besar harapannya di Jakarta ia bisa mendapat bantuan dari teman-teman lamanya di sekolah dulu. Tapi ternyata keluarganya telah menghubungi semua teman-temannya di Jakarta supaya tidak memberikan pertolongan.
Tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan.

TURN FROM SOMEBODY TO NOBODY

dewa6
Setelah semua uang hasil penjualan ponsel habis, kehidupan yang dulu bak seorang pangeran berganti menjadi kehidupan yang terlunta-lunta.
Ia terpaksa tidur di jalanan, di emper-emper toko, beratapkan langit dan berselimutkan udara malam nan dingin.
Pada bagian ini, saya melihat air mata menetes di pipinya.
Dan bukan hanya Dewa, banyak yang menangis di ruangan itu (termasuk saya). Saya tahu nggak gampang buat melalui semuanya itu. Semakin tinggi posisi seseorang, bila jatuh, maka sakitnya juga lebih parah dirasakan. Seorang Richie Rich kini berubah menjadi seorang anak jalanan, yang menyambung hidup dengan mencari sepeser demi sepeser uang layaknya anak jalanan.
Tapi kenapa Dewa bisa bertahan tinggal di jalanan?
Kenapa dia nggak kembali kepada kehidupan lamanya yang berkelimpahan?
Kasih yang luar biasa kepada Yesus memberinya kekuatan untuk tidak memandang kepada semua masa lalunya. Dia rela menukar segala haknya dalam kehidupan yang lama demi keselamatan dalam kasih Kristus.
(Yang membuat hati saya perih adalah, sungguh ironis, banyak orang yang sudah lebih dulu mengenal Kristus, rela menukar keselamatan yang dimilikinya demi harta kekayaan).

Suatu hari, ketika ia sedang berada di titik terendah dalam hidupnya, "apakah sia-sia meninggalkan kehidupannya yang dulu?", Dewa mulai
melihat tangan pembelaan Tuhan.
Titik terang mulai kelihatan. Tuhan mulai menyingkapkan rencanaNya dalam hidup Dewa melalui pertemuan dengan teman lama yang akhirnya memperkenalkan dia dengan seorang Hamba Tuhan bernama Pdt. Daniel Alexander. Beliau yang menampung Dewa dan mengangkatnya sebagai anak rohaninya. Jadi sekarang ngerti yah kenapa namanya menjadi Dewa Klasik Alexander.
(Di Facebook Dewa menulis salah satu  favorite quotation nya adalah:
"I lift my eyes up to the hills, where does my help come from?
My help comes from the Lord, the maker of Heaven and earth"

-King David-
)
Dewa pun diberikan pelajaran Alkitab dan disekolahkan di Sekolah Misi di Surabaya. Di tempat inilah karakter rohaninya dibentuk dan dipersiapkan untuk panggilan Tuhan dalam hidupnya.
Di penghujung masa perkuliahannya, karena sering ketularan penyakit dari teman-temannya, Dewa diminta untuk memeriksakan diri ke dokter. Dan 3 hari sebelum dia diwisuda di Sekolah Misi tsb, Dewa mengalami kejutan yang luar biasa, karena divonis menderita HIV/AIDS. Dulu di masa uang berlimpah, Dewa memang pernah terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan narkoba.
Ia menghubungi ke-empat temannya waktu dulu yang pernah berbagi jarum suntik, dan mereka semua pun terkena penyakit yang sama.
Apakah ia menjadi pahit hati dan mundur dari Tuhan?
Tidak. Penyakit yang dideritanya ini justru memberikan kerinduan di dalam hatinya untuk melayani orang-orang yang senasib dengannya. Banyak tempat dia kunjungi seperti Myanmar, India, sampai ke negara Afrika untuk menjadi motivator bagi penderita HIV/AIDS.
Ketika balik ke Jakarta  kehidupan pun telah membaik. Memiliki saudara-saudara seiman yang mengasihinya, hidupnya mulai nyaman, tidak seperti dulu ketika baru pertama kali datang ke Jakarta setelah tidak diakui lagi oleh keluarganya.

dewa7 dewa8

Suatu saat ketika sedang melintas di daerah Roxy, Dewa melihat daerah-daerah yang kumuh, dan ia merasakan ada suatu panggilan dalam hatinya. Ia merasa harus melakukan sesuatu, harus keluar dari zona nyaman, dan memenuhi panggilan Tuhan yang sesungguhnya.
dewa9

Dewa menukar kenyamanan hidup yang mulai dirasakannya demi menggenapi rencana Tuhan.
Ia meninggalkan tempat kostnya yang nyaman dan menukarnya dengan mengontrak di tempat yang kumuh di Roxy demi bisa melayani orang-orang yang terpinggirkan.
Orang yang nggak mengerti mungkin akan berkata "kamu gila..." kepada Dewa.
Tapi Dewa melakukannya dengan hati yang rela. Tempat tidur yang nyaman digantikan dengan tidur di atas lantai. Dan Dewa mulai bergerak melayani anak-anak miskin di bilangan itu.

SHARING HIS LIFE

dewa10

Bersama beberapa teman-temannya dari Facebook, Dewa mendirikan HOME (House of Mercy), untuk melayani anak-anak tidak mampu di daerah Jakarta Barat.
Di daerah tempat kumuh inilah, tanpa ragu, saat ini Dewa tinggal untuk mengajar, memberikan berbagai bantuan untuk warga sekitar.
Teladan baik dia berikan,  bukan hanya sesekali datang mengajar, bahkan ia rela tinggal di tempat yang kumuh itu.

 

 

 

 


dewa11

Berbaur menjadi satu dengan orang-orang yang miskin. Bukankah hari-hari ini yang dibutuhkan dunia ini bukanlah sekedar teori?
Dan Dewa melakukannya dengan segenap hatinya. Nggak banyak orang yang seperti Dewa.

HE HAS A DREAM

dewa12  
Pernyataan Tuhan pada perjumpaan pertama "Son...it's Me.."   benar-benar menginspirasi Dewa untuk menjadi 'bapa' bagi generasi muda yang membutuhkan.
Dewa Klasik ingin membagikan kasih Bapa yang telah ia terima kepada anak-anak terlantar yang kekurangan kasih sayang.
Dewa juga punya mimpi ingin membangun sebuah rumah susun untuk menampung orang-orang tidak mampu, pengidap HIV AIDS, kusta dan orang-orang yang terbuang.
Terbuang dari keluarga, tidak berdaya, lapar, miskin, dan terhina, tapi semuanya itu cara Tuhan untuk melatih Dewa berperang sebelum masuk ke dalam panggilan yang sesungguhnya.
Dewa adalah orang sangat mengerti akan arti terbuang, dan terpinggirkan. Dan dengan pengertian itu ia membagi kasih Yesus kepada orang-orang yang mengalaminya untuk bangkit dari keterpurukan.
Saat divonis HIV, dokter menyatakan bahwa hidup Dewa hanya tinggal beberapa bulan lagi. Menyadari itu Dewa benar-benar bekerja keras untuk Tuhan,  memanfaatkan waktu yang tersisa.
Kini mungkin sudah hampir 5-6 tahun lamanya sejak dia divonis HIV , dan Dewa masih tetap tegak berdiri menyatakan kasih Tuhan kepada jiwa yang terhilang.

"I WORKED HARDER THAN ALL OF THEM..."

dewa13 Ada satu ayat yang dia kutip malam itu yang sangat membuat hati saya terkesan.
"Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia.
Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.

(1 Korintus 15:10)

Saya benar-benar menyetujui bahwa Dewa benar-benar pekerja keras. Bahkan rela menyerahkan hak untuk hidup nyaman  demi bekerja keras bagi jiwa yang terhilang. Dan yang lebih mengagumkan seperti Paulus ia berkata, bahwa semuanya itu karena kasih karunia Tuhan yang menyertainya.
Teman-teman, malam itu saya sangat diberkati.
Beberapa teman-teman saya juga tergugah hatinya ingin melayani Tuhan lebih lagi. Kehidupan Dewa Klasik benar-benar memberi dampak bagi kami.
Dan seperti Paulus, seperti Dewa, saya juga ingin berkata,
".......aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku."
Saya mau bekerja keras lebih lagi untuk Tuhan.
Semoga teman-teman juga diberkati.
All blessings!

Sunday, September 27, 2009

Cara Tuhan

Andy F. Noya

 

Malam itu saya gelisah. Tidak bisa tidur. Pikiran saya bekerja ekstra keras. Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sampai jam tiga dini hari otak saya tetap tidak mampu memecahkan masalah yang saya hadapi. Tadi sore saya mendapat kabar dari rumah sakit tempat kakak saya berobat. Menurut dokter, jalan terbaik untuk menghambat penyebaran kanker payudara yang menyerang kakak saya adalah dengan memotong kedua payudaranya. Untuk itu, selain dibutuhkan persetujuan saya, juga dibutuhkan sejumlah biaya untuk proses operasi tersebut.


Soal persetujuan, relatif mudah. Sejak awal saya sudah menyiapkan mental saya menghadapi kondisi terburuk itu. Sejak awal dokter sudah menjelaskan tentang risiko kehilangan payudara tersebut. Risiko tersebut sudah saya pahami. Kakak saya juga sudah mempersiapkan diri menghadapi kondisi terburuk itu.


Namun yang membuat saya tidak bisa tidur semalaman adalah soal biaya. Jumlahnya sangat besar untuk ukuran saya waktu itu. Gaji saya sebagai redaktur suratkabar tidak akan mampu menutupi biaya sebesar itu. Sebab jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan pendapatan saya. Sementara saya harus menghidupi keluarga dengan tiga anak.


Sudah beberapa tahun ini kakak saya hidup tanpa suami. Dia harus berjuang membesarkan kelima anaknya seorang diri. Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya berusaha membantu agar kakak dapat bertahan menghadapi kehidupan yang berat. Selain sejumlah uang, saya juga mendukungnya secara moril. Dalam kehidupan sehari-hari, saya berperan sebagai pengganti ayah dari anak-anak kakak saya.


Dalam situasi seperti itu kakak saya divonis menderita kanker stadium empat. Saya baru menyadari selama ini kakak saya mencoba menyembunyikan penyakit tersebut. Mungkin juga dia berusaha melawan ketakutannya dengan mengabaikan gejala-gejala kanker yang sudah dirasakannya selama ini. Kalau memikirkan hal tersebut, saya sering menyesalinya. Seandainya kakak saya lebih jujur dan berani mengungkapkan kecurigaannya pada tanda-tanda awal kanker payudara, keadaannya mungkin menjadi lain.


Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Pada saat saya akhirnya memaksa dia memeriksakan diri ke dokter, kanker ganas di payudaranya sudah pada kondisi tidak tertolong lagi. Saya menyesali tindakan kakak saya yang "menyembunyikan" penyakitnya itu dari saya, tetapi belakangan -- setelah kakak saya tiada -- saya bisa memaklumi keputusannya. Saya bisa memahami mengapa kakak saya menghindar dari pemeriksaan dokter. Selain dia sendiri tidak siap menghadapi kenyataan, kakak saya juga tidak ingin menyusahkan saya yang selama ini sudah banyak membantunya.


Namun ketika keadaan yang terbutruk terjadi, saya toh harus siap menghadapinya. Salah satu yang harus saya pikirkan adalah mencari uang dalam jumlah yang disebutkan dokter untuk biaya operasi. Otak saya benar-benar buntu. Sampai jam tiga pagi saya tidak juga menemukan jalan keluar. Dari mana mendapatkan uang sebanyak itu?

 

Kadang, dalam keputus-asaan, terngiang-ngiang ucapan kakak saya pada saat dokter menganjurkan operasi. "Sudahlah, tidak usah dioperasi. Toh tidak ada jaminan saya akan terus hidup," ujarnya. Tetapi, di balik ucapan itu, saya tahu kakak saya lebih merisaukan beban biaya yang harus saya pikul. Dia tahu saya tidak akan mampu menanggung biaya sebesar itu.

Pagi dini hari itu, ketika saya tak kunjung mampu menemukan jalan keluar, saya lalu berlutut dan berdoa. Di tengah kesunyian pagi, saya mendengar begitu jelas doa yang saya panjatkan. "Tuhan, sebagai manusia, akal pikiranku sudah tidak mampu memecahkan masalah ini. Karena itu, pada pagi hari ini, aku berserah dan memohon Kepada-Mu. Kiranya Tuhan, Engkau membuka jalan agar saya bisa menemukan jalan keluar dari persoalan ini." Setelah itu saya terlelap dalam kelelahan fisik dan mental.


Pagi hari, dari sejak bangun, mandi, sarapan, sampai perjalanan menuju kantor otak saya kembali bekerja. Mencari pemecahan soal biaya operasi. Dari mana saya mendapatkan uang? Adakah Tuhan mendengarkan doa saya? Pikiran dan hati saya bercabang. Di satu sisi saya sudah berserah dan yakin Tuhan akan membuka jalan, namun di lain sisi rupanya iman saya tidak cukup kuat sehingga masih saja gundah.


Di tengah situasi seperti itu, handphone saya berdering. Di ujung telepon terdengar suara sahabat saya yang bekerja di sebuah perusahaan public relations. Dengan suara memohon dia meminta kesediaan saya menjadi pembicara dalam sebuah workshop di sebuah bank pemerintah. Dia mengatakan terpaksa menelepon saya karena "keadaan darurat". Pembicara yang seharusnya tampil besok, mendadak berhalangan. Dia memohon saya dapat menggantikannya.

 

Karena hari Sabtu saya libur, saya menyanggupi permintaan sahabat saya itu. Singkat kata, semua berjalan lancar. Acara worskshop itu sukses. Sahabat saya tak henti-henti mengucapkan terima kasih. Apalagi, katanya, para peserta puas. Bahkan pihak bank meminta agar saya bisa menjadi pembicara lagi untuk acara-acara mereka yang lain.


Sebelum meninggalkan tempat workshop, teman saya memberi saya amplop berisi honor sebagai pembicara. Sungguh tak terpikirkan sebelumnya soal honor ini. Saya betul-betul hanya berniat menyelamatkan sahabat saya itu. Tapi sahabat saya memohon agar saya mau menerimanya.


Di tengah perjalanan pulang hati saya masih tetap risau. Rasanya tidak enak menerima honor dari sahabat sendiri untuk pertolongan yang menurut saya sudah seharusnya saya lakukan sebagai sahabat. Tapi akhirnya saya berdamai dengan hati saya dan mencoba memahami jalan pikiran sahabat saya itu.


Malam hari baru saya berani membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya saya melihat angka rupiah yang tercantum di selembar cek di dalam amplop itu. Jumlahnya sama persis dengan biaya operasi kakak saya! Tidak kurang dan tidak lebih satu sen pun. Sama persis!

 

Mata saya berkaca-kaca. Tuhan, Engkau memang luar biasa Engkau Maha Besar. Dengan cara-Mu Engkau menyelesaikan persoalanku. Bahkan dengan cara yang tidak terduga sekalipun. Cara yang sungguh ajaib.


Esoknya cek tersebut saya serahkan langsung ke rumah sakit. Setelah operasi, saya ceritakan kejadian tersebut kepada kakak saya. Dia hanya bisa menangis dan memuji kebesaran Tuhan.


Tidak cukup sampai di situ. Tuhan rupanya masih ingin menunjukkan kembali kebesaran-Nya. Tanpa sepengetahuan saya, Surya Paloh, pemilik harian Media Indonesia tempat saya bekerja, suatu malam datang menengok kakak saya di rumah sakit. Padahal selama ini saya tidak pernah bercerita soal kakak saya.

Saya baru tahu kehadiran Surya Paloh dari cerita kakak saya esok harinya. Dalam kunjungannya ke rumah sakit malam itu, Surya Paloh juga memutuskan semua biaya perawatan kakak saya, berapa pun dan sampai kapan pun, akan dia tanggung. Tuhan Maha Besar.

Tuesday, August 18, 2009

Berkat-Nya atau Pribadi-Nya

Seorang ayah setiap pulang dari luar kota , atau berpergian dari jauh, sering membawakan hadiah berupa mainan kepada anaknya yang masih kecil. Dia ingin melalui pemberian tersebut, anaknya akan dekat dengannya. Itulah cara yang paling sederhana dilakukannya untuk melepas kangen. Namun, ada waktunya ia cukup sedih ketika mainan yang ia berikan tersebut justru menjauhkan ia dari anaknya. Ternyata anaknya sekarang justru lebih asyik dengan mainan yang dia berikan, daripada dengan dia yang memberikan mainan tersebut.


Terkadang itu juga merupakan gambaran kita dengan Tuhan. Begitu sering Tuhan memberkati kita dan memberikan yang terbaik kepada kita dengan tujuan agar kita dekat dengan DIA. Nyatanya yang terjadi tidak seperti itu, kita sekarang lebih asyik dengan berkat yang DIA berikan sehingga kita hampir-hampir tidak memiliki waktu untuk Sang Pemberi berkat. Jika kita yang adalah bapa di dunia saja pasti kecewa melihat reaksi anak kita yang seperti itu, demikian juga hati Bapa ketika melihat berkat yang Dia beri justru menjauhkan kita dari-Nya.

 

Orang tua pasti akan lebih kecewa lagi jika ternyata anaknya tidak pernah kangen dengan dia, tapi “kangen” dengan mainan atau oleh-oleh yang dibawaya. Demikian juga kita bisa membayangkan hati Bapa di Surga saat kita tidak pernah merindukan Pribadi-Nya, tapi hanya merindukan berkat-berkat- Nya.

Sesungguhnya tidak ada yang paling menyenangkan Tuhan di saat kita selalu rindu untuk berjumpa, bersekutu dan menjalin keintiman dengan-Nya.

 

Jadilah anak Tuhan Yang dewasa yang merindukan pribadi-Nya lebih dari berkat-berkatnya.

" Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang."
( Yohanes 6 : 26 )

Wednesday, August 12, 2009

Pahlawan Kecil Ayah

Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato
yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:


'Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku? '


Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.


Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"


Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:


Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkan ku ikut bermain?" Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.


Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "kami telah kalah 6 putaran dan sekarang sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti'


Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam
hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.


Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.


Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka? Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.


Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi
berhubungan dengan bola itu.


Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.


Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir.


Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh  dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, "Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!". Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.


Semua orang berteriak, "Lari ke base dua, lari ke base dua!"


Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.


Semua yang hadir berteriak, "Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay"

Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, "Shay, larilah ke home, lari ke home!". Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.


Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia.

Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.


Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Thursday, June 25, 2009

Don't Judge The Book From It's Cover (Susan Boyle)

Bukankah itu adalah habit manusia?


Menilai seseorang dari tampilan luar membuat banyak orang salah langkah dalam kehidupannya. Banyak testi yang menceritakan terkecoh dengan penampilan luar, sehingga ditipu dalam bisnis. Penampilan meyakinkan, dikirain pengusaha beneran, taunya semuanya bohong, dan sejumlah uang pun dilarikan. Ditipu saat memilih pasangan hidup, dikirain pemuda kaya raya, gonta ganti mobil saat ngapel, eh taunya waktu PDKT pinjem mobil yang lagi dititip di showroom. Sudah terlanjur married ....hanya bisa menangisi nasib ...


Sebaliknya, kita kehilangan kesempatan diberkati, saat terkecoh dengan penampilan luar yang biasa-biasa dari seseorang. Saat pengkhotbah yang akan menyampaikan Firman Tuhan bukanlah seseorang yang terkenal, kita nggak membuka hati sepenuhnya, padahal dia punya pengalaman hidup yang luar biasa dengan Tuhan.


Demikian juga bila terpengaruh dengan penampilan luar membuat kehilangan kesempatan mengambil keputusan yang baik.  Dan hampir saja ini terjadi di Britain's Got Talent  episode  11 April 2009 (acara sejenis dengan America 's Got Talent) yang ditayangkan di Inggris. Yang membedakan acara ini dengan American Idol, peserta menampilkan aneka talent, tidak hanya menyanyi, bisa juga dancing, comedy, sulap, dll, dan tidak ada batasan umur. Yang penting special talent.

SHE's an EXTRAORDINARY SINGER!!!
susanboyle
Maksudnya extraordinary disini bukanlah pujian, tapi cemoohan. Karena gambaran seorang penyanyi sangatlah jauh dari penampilan luar SUSAN BOYLE. Teman-teman bisa lihat sendiri, umur yang sudah tua (untuk memulai karir di musik, 47 tahun). Gendut pula, ... lihat saja dagunya yang berlipat.. Diperburuk dengan rambut keriting yang jauh dari gambaran sentuhan hair stylist plus bonus alis yang sangat tebal bagaikan alis Leonid Brezhnev, mantan Presiden Uni Sovyet. Dan lengkap sudah gambaran 'ugly' dengan penampilan baju yang sangat out of fashion. Dan Susan Boyle dengan berani  mendaftarkan dirinya sebagai peserta Britain 's Got Talent. Mungkin mayoritas orang akan berteriak "gila.... PD banget... udah ngaca belum?.... Tahu diri dikit 'napa sih??? Bikin capek juri aja"

 

 


susanboyle (2)
Dengan kepala tegak Susan melangkah ke stage, dan siap untuk ditanya-tanya juri. OMG !!... menjawab pertanyaan juri aja nggak lancar. Simon Cowell (juri yang paling killer) bertanya "Berapa umurmu?" Jawaban "47 tahun" membuat seluruh penonton yang hadir bergumam "ooooohh....".
Dan tayangan televisi menunjukkan betapa hampir semua orang di ruangan itu sinis dan mencibir kepadanya. Termasuk ke 3 juri, yang sepertinya berniat mendengarkan Susan bernyanyi dengan setengah hati. Everybody judge Susan by her performance.
SHE HAS A DREAM !!!


susanboyle (3)
Susan menyanyikan "I DREAMED A DREAM" dari Les Miserables.
Begitu intro musik yang bak orkestra mengalun.... Susan mulai membuka mulutnya..


"I dreamed a dream in time gone by
When hope was high and life worth living
I dreamed that love would never die
I dreamed that God would be forgiving
.....
I had a dream my life would be
So different from the hell I'm living
So different now from what it seemed
Now life has killed the dream I dreamed"

Tiba-tiba seisi ruangan terdiam. Terkesima. Terpukau. Tanpa kecuali. Penonton dan ke 3 juri hanya bisa mengangakan mulutnya. Ternyata dibalik penampilan luar Susan yang 'buruk' tersimpan vocal yang luar biasa bening dan indah. Senyuman yang mencibir berganti menjadi mulut yang terbuka karena  terperanjat. Speechless. Oh my God.... oh my God... it's so beautiful.

Susan menuai standing ovation tidak hanya dari penonton yang tadinya sinis kepadanya, tapi juga dari ke 3 juri yang sulit untuk ditaklukkan dengan a so-so talent. Ketika dievaluasi oleh juri, Piers Morgan berkata bahwa penampilan Susan Boyle adalah kejutan terbesar yang pernah dialaminya dalam talent show ini.
susanboyle (4)
Amanda Holden, .... sepanjang lagu dinyanyikan hanya bisa mengangkat tangan dan melongo, dengan jujur berterus terang bahwa dia juga termausk orang yang sinis terhadap kemampuan Susan. Dan kini Amanda berkata "it's a complete privilege" dapat menyaksikan Susan bernyanyi di acara talent show ini.

 

 


susanboyle (5)
Simon Cowell yang sangat jarang memuji (teman-teman pasti sudah familiar dengan komentar-komentar pedasnya di American Idol) mengakui bahwa ucapannya di awal sebelum Susan menyanyi adalah benar. Susan memang extraordinary. Susan sungguh luarbiasa. Tapi bukan luarbiasa buruknya, melainkan luar biasa baiknya. Hmmm... pinter ngeles juga yah si Simon..
And Susan got 3  biggest YES !!!  from all the judges. Dan dapat melanjutkan perjuangannya ke babak berikutnya.
SHE GOT BIG HIT ON YOUTUBE !!!


susanboyle (6)
Ketika menyaksikan klip Susan di YouTube, sepanjang lagu bulu kuduk saya berdiri, dan di ujung lagunya, saya lupa kalau saya sedang berada di depan laptop, ... saya bertepuk tangan untuk Susan, dan saya juga mau standing ovation untuknya. Sungguh loh... menyaksikan Susan bernyanyi dari awal sampai akhir membuat hati saya berdebar dan berkobar. God... she's really amazing.


Pasti ada sesuatu yang istimewa tentang Susan, menghasilkan penampilan yang sangat spektakuler dan  membuat orang lupa akan penampilan luarnya yang sangatlah tidak istimewa. Bahkan seorang Demi Moore pun menangis  melihatnya di YouTube. Seminggu sebelum penampilannya, Susan hanya seorang yang tidak terkenal dan tidak punya pekerjaan, tinggal sendirian di pedesaan kecil di Scotland, ditemani kucingnya Pebbles. Dan sekarang? Bak seorang superstar yang sanggup membuat Demi Moore sampai berkata bahwa ia adalah salah seorang fans terbesar Susan.

Ingin tahu fenomena yang lebih dahsyat lagi? Kecanggihan teknologi membuat klip Susan disaksikan orang sejagad raya. 48 jam setelah penampilannya, sudah 4 juta orang yang menyaksikannya di YouTube. Dan ketika saya melihatnya, saya tercatat sebagai orang yang mendekati angka ke 18 juta yang menyaksikannya. Dan sekarang dikatakan sudah hampir 100 juta orang menontonnya di YouTube. Bandingkan dengan 18 juta orang yang menonton victory speech Obama di hari inaugurasinya. Bukankah ini sangat fenomenal? Semua orang dengan rajin menshare video ini ke teman-teman mereka di jejaring dunia maya. Dan lihatlah di bagian comment mereka, betapa banyak orang yang beroleh pengharapan lewat penampilan Susan.

Impossible is nothing.
Saya merenungkan kembali. Mungkin banyak orang bisa bernyanyi lebih baik dari Susan (saya amati di bagian akhir, suaranya agak goyang, kurang perfect), lebih muda, lebih menarik, tapi belum tentu menghasilkan fenomena seperti Susan. Dalam Tuhan kita mengenal 'apa yang kamu tabur itu yang kamu tuai'. Saya berpikir keras, apa yang Susan tabur dalam hidupnya sehingga dia menuai hasil yang sangat luarbiasa dalam hidupnya ? God.... saya harus tulis sesuatu tentang Susan. Dan saya pun menggoogle semua informasi tentang Susan.

Tampilan di layar TV saat ia menyanyi adalah: "SUSAN BOYLE" unemployed, 47 years
Itu kalau kita menjudge buku dari sampul luarnya. Tapi bila kita membacanya dulu, baru memberikan penilaian?

INI YANG SAYA BACA DARI "BUKU KEHIDUPAN" SUSAN.
* Susan adalah seorang pengangguran, dan berumur tidak muda lagi. Dia adalah seorang churchgoer yang taat, dan melayani sebagai volunteer di gerejanya. Banyak orang yang melihat dia sebagai pengangguran, tapi saya percaya seorang yang bekerja sukarela melayani Tuhan di rumah Tuhan, di mata Tuhan bukanlah seorang pengangguran. Dan Tuhan berjanji tidak pernah menahan upah dari orang yang layak menerimanya.

"Mereka akan menjadi milik kesayanganKu sendiri, firman Tuhan semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17)

Dari dulu Susan bermimpi menjadi seorang penyanyi profesional, tetapi ia tidak dapat mewujudkannya. Terjadi penundaan. Kenapa? Karena ia mendedikasikan hidupnya untuk merawat ibunya yang sudah tua. Sehingga ia hanya bisa membatasi penampilan menyanyinya hanya di gereja sebagai anggota choir, dan di karaoke. Padahal menurut saya itu budaya yang tidak lazim di dunia Barat yang sangat individual, yang biasa mengirim orang tua mereka yang sudah lanjut usia ke panti jompo. Saya percaya Susan mengebelakangkan keinginannya menjadi penyanyi profesional yang didambakannya karena mengasihi dan ingin berbakti kepada orang tuanya.. Firman Tuhan berkata, "Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8)

Susan mengikuti talent show ini karena ingin memenuhi pesan & harapan ibunya yang meninggal 2 tahun yang lalu. Ibunya, Bridget, ingin Susan melakukan sesuatu dalam hidupnya. Susan memenuhi pesan ibunya karena ia menghormatinya. "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu." (Keluaran 20:12)

Tuhan tidak pernah berhutang kepada orang yang melakukan kebenaran firmanNya. Dan itu terbukti kan ? Susan sendiri tidak pernah menyesal dengan apa yang dilakukannya sebelumnya dalam hidupnya, walaupun ia mengalami penundaan puluhan tahun. Susan percaya bahwa umurnya yang sudah matang dan pengalaman hidupnya adalah assetnya yang terbesar. Semua yang sudah dia lalui dalam hidupnya memberikan iman dalam kemampuannya. Dan ia berkata “I think I am ready for it.”

Saat ia ready, dan bernyanyi di Britain 's Got Talent, sebenarnya Susan sedang MENYANYIKAN KEHIDUPANNYA. "I dreamed a dream" adalah nyanyian tentang mimpi-mimpinya yang tertunda  dan harapan-harapannya. . Itu yang menyebabkan penampilannya saat itu berbeda dari yang lain. Memukau semua orang dalam ruangan itu, dan memukau setiap orang yang menyaksikan videonya, termasuk saya.

You see.... apa yang Susan tabur itu yang Susan tuai. Di balik kemuliaan besar yang dia terima sekarang pasti ada penderitaan besar sebelumnya. (Sanggupkah teman-teman membayangkan seseorang yang unknown before mendadak 5x lebih populer dibanding Presiden Obama di YouTube dalam tempo seketika? Dan kelipatan ini kemungkinan akan semakin bertambah.)

Seperti yang Susan katakan, apa yang dia alami dalam hidupnya, segala penderitaan dan penundaan membuat imannya semakin bertambah. Dan Tuhan yang besar memang sanggup mewujudkan mimpinya,yang bagi orang lain adalah impossible. Terbiasa dicemooh sejak masa kecil, (bahkan sampai menjelang menyanyi I Dreamed A Dream di pentas Britain's Got Talent dia masih mengalaminya) , tidak mengurungkan niatnya untuk mewujudkan mimpinya.

Bahkan baru-baru ini terungkap, 2 bulan yang lalu, bulan February 2009, Susan ditolak oleh pimpinan choir Cantilena Choir di Livingston, saat ia ingin bergabung. Saat ini sang pemimpin choir hanya bisa berkata, "It was a shock when I saw her on the television.

HE HAS MADE EVERYTHING BEAUTIFUL IN HIS TIME
susanboyle (7)
Semuanya memang indah pada waktuNya. Kalau Susan diterima di choir tersebut, mungkin Susan tidak akan pernah menjadi fenomena yang menginspirasi banyak orang. Dua bulan lalu mungkin Susan masih bersedih karena penolakan itu, tetapi sekarang hidupnya bak selebriti. Rumahnya tidak pernah sepi dari fans dan media televisi yang seperti berlomba untuk mewawancarainya.


When the time comes, tidak ada satupun yang bisa menghalanginya. Banyak orang termasuk saya yang dikuatkan melalui kesaksian ini. Dan pengenalan saya akan Tuhan juga semakin bertambah melalui kejadian yang tidak biasa ini. Besar harapan saya, teman-teman yang sedang mengalami penundaan, yang sedang merasa mimpinya tidak bisa diwujudkan lagi, kembali bangkit dan berharap lagi.


We'll wait until the time comes ....
Kalau Susan Boyle bisa.... kita juga bisa. Amen.
All Blessings,
link to video in youtube
http://www.youtube. com/watch? v=RxPZh4AnWyk

Sunday, May 17, 2009

Making Wishes Come True

In Phoenix , Arizona , a 26-year-old mother stared down at her 6 year old son, who was dying of terminal leukemia. Although her heart was filled with sadness, she also had a strong feeling of determination.


Like any parent, she wanted her son to grow up and fulfill all his dreams. Now that was no longer possible. The leukemia would see to that. But she still wanted her son's dream to come true.


She took her son's hand and asked, 'Billy, did you ever think about what you wanted to be once you grew up ? Did you ever dream and wish what you would do with your life ?'


Mommy, 'I always wanted to be a fireman when I grew up.'


Mom smiled back and said, 'Let's see if we can make your wish come true.'


Later that day she went to her local fire Department in Phoenix , Arizona , where she met Fireman Bob, who had a heart as big as Phoenix.


She explained her son's final wish and asked if it might be possible to give her 6 year-old son a ride around the block on a fire engine.


Fireman Bob said, 'Look, we can do better than that. If you'll have your son ready at seven o'clock Wednesday morning, we'll make him an honorary Fireman for the whole day.  He can come down to the fire station, eat with us, go out on all the fire calls, the whole nine yards !


And if you'll give us his sizes, we'll get a real fire uniform for him, with a real fire hat - not a toy -- one-with the emblem of the Phoenix Fire Department on it, a yellow slicker like we wear and rubber boots.' 'They're all manufactured right here in Phoenix , so we can get them fast..'


Three days later Fireman Bob picked up Billy, dressed him in his uniform and escorted him from his hospital bed to the waiting hook and ladder truck. Billy got to sit on the back of the truck and help steer it back to the fire station. He was in heaven.


There were three fire calls in Phoenix that day and Billy got to go out on all three calls. He rode in the different fire engines, the Paramedic's' van, and even the fire chief's car.


He was also videotaped for the local news program. Having his dream come true, with all the love and attention that was lavished upon him, so deeply touched Billy, that he lived three months longer than any doctor thought possible.


One night all of his vital signs began to drop dramatically and the head nurse, who believed in the hospice concept - that no one should die alone, began to call the family members to the hospital. Then she remembered the day Billy had spent as a Fireman, so she called the Fire Chief and asked if it would be possible to send a fireman in uniform to the hospital to be with Billy as he made his transition.


The chief replied, 'We can do better than that.  We'll be there in five minutes. Will you please do me a favor ? When you hear the sirens screaming and see the lights flashing, will you announce over the PA system that there is not a fire ?'  'It's the department coming to see one of its finest members one more time. And will you open the window to his room ?'


About five minutes later a hook and ladder truck arrived at the hospital and extended its ladder up to Billy's third floor open window --------  16 fire-fighters climbed up the ladder into Billy's room !! With his mother's permission, they hugged him and held him and told him how much they LOVED him.

 
With his dying breath, Billy looked up at the fire chief and said, 'Chief, am I really a fireman now ?'

'Billy, you are, and The Head Chief, God, is holding your hand,' the chief said.


With those words, Billy smiled and said, 'I know, He's been holding my hand all day, and the angels have been singing.'
He closed his eyes one last time.

Tuesday, May 05, 2009

Tombol Merah Dan 3000 Jiwa Pun Selamat

Cina adalah salah satu negara dimana di sana Tuhan sering memberi hak istimewa pada parapengikutnya untuk mengalami penderitaan dan penganiayaan -- namun tentunya juga keajaiban luar biasa sebagai pernyataan dari kuasa-Nya. Walaupun kekristenan di Barat telah menghabiskan banyak waktu untuk membuktikan bahwa Anda bisa mendapatkan salah satu dari hal itu tanpa harus mengalami pengalaman lainnya, namun hal tersebut sebenarnya merupakan kombinasi antara salib dengan kebangkitan, penderitaan dengan kemuliaan Tuhan yang akan memiliki dampak paling lama di negara itu. Paul dan Joy Hattaway dari Asia Harvest menceritakan pengalaman ini: 

Ketika gelombang penganiayaan melanda seluruh Cina pada tahun 1950- an, pastor Li juga ditangkap di daerah selatan propinsi Guangdong. Dia dituduh melakukan "kegiatan-kegiatan kontra revolusioner" dan dihukum dengan menjalani kerja paksa di sebuah pertambangan biji besi yang terletak di daerah ujung timur laut Cina. Istri Li dan 5 anaknya, termasuk si bungsu yang masih bayi, tidak punya lagi penopang keluarga. Akhirnya mereka memutuskan untuk bergabung dengan pastor Li dengan menempuh perjalanan sejauh 2000 mil ke Heilongjiang demi memungkinkan mereka dapat mengunjunginya lebih sering, dan supaya mereka dapat lebih dekat seandainya suatu saat terjadi keajaiban, yaitu pastor Li dibebaskan. 

Keluarga itupun menjual semua yang mereka miliki dan membeli tiket untuk perjalanan naik kereta api selama seminggu. Ketika telah sampai, mereka menggunakan papan kayu tua dan selembar kain terpal untuk membuat sebuah gubuk reot di jalan dekat kamp pekerja itu. Pastor Li menjalani kerja paksa itu selama 14 jam tiap harinya, dengan makanan yang tak layak, dalam temperatur udara yang mendekati titik beku. Beliau pun meninggal 3 bulan kemudian. 

Ketika keluarganya mendengar berita duka itu, mereka pun merasa sangat terpukul dan putus asa. Istri Li tak mampu lagi melihat adanya masa depan bagi mereka, dan ingin mengakhiri hidupnya. Anak- anaknya menjadi terabaikan. Akhirnya, ia berkata pada anak-anak itu bahwa ia akan pergi untuk mencari kerja. Si sulung berkata, "Jangan, Bu, ibu tidak boleh pergi bekerja. Adik yang masih bayi membutuhkan ibu. Dia selalu menangis mencari ibu sepanjang hari. Saya saja yang bekerja." Gadis berusia 12 tahun itu pun pergi menghadap kepala kamp pekerja itu dan berkata padanya, "Ayah saya telah dikirim ke tempat yang tidak mengenal Tuhan ini karena dia mengasihi Yesus Kristus. Itulah satu-satunya pelanggaran yang dia lakukan. Ayah adalah orang baik, yang mengasihi orang lain dan membantu mereka. Sekarang ayah telah tiada, dan kami di sini tidak mempunyai makanan, uang dan tempat tinggal. Kami bahkan tak bisa kembali lagi ke selatan. Saya ingin tahu kalau saja ada pekerjaan yang dapat saya lakukan di kamp ini." Kepala kamp itu masih ingat dengan pastor Li, dan tahu bahwa gadis kecil itu adalah putrinya Li. Di dalam hatinya terbersit rasa kasihan, dan ia pun berkata,"Aku punya pekerjaan untukmu, tapi membosankan, dan bayarannya rendah." Gadis kecil itu tanpa ragu-ragu segera mengambil pekerjaan itu. 

Kepala kamp membawanya ke lokasi di mana 3000 pekerja paksa itu menambang biji besi. Ia berkata padanya, "Kamu lihat tombol merah itu? Tugasmu adalah berdiri di dekat tombol itu sepanjang hari, dan jika ada yang menyuruhmu memencetnya, kamu harus segera melakukannya. Itu adalah tombol alarm untuk membunyikan tanda peringatan di dalam tambang di bawah tanah. Ketika suara tanda peringatan berbunyi, para pekerja harus segera keluar secepatnya. Kamu tidak boleh memencet tombol itu sembarangan, harus hanya ketika ada yang menyuruhmu." Dan si sulung kecil dari keluarga Li itu pun berdiri di sebelah tombol itu sepanjang hari demi hari, minggu demi minggu. Ketika menerima upah pertamanya, kegembiraan luar biasa segera meliputi dirinya dan seluruh keluarganya meski besarnya hanya beberapa dolar saja. 

Di suatu siang, mendadak dia mendengar suatu suara "Pencet tombolnya!". Dia melihat dan berputar ke sekelilingnya, mencoba mencari tahu suara siapakah itu, namun tak seorang pun yang kelihatan. Tak lama kemudian, terdengar sekali lagi suara, "Cepat! Pencet tombolnya, sekarang!". Masih tak ada seorang pun yang kelihatan, dan dia mulai berpikir bahwa dia telah kehilangan akalnya. Dia hanya harus memencet tombol peringatan ketika ada sesuatu yang gawat, dan saat ini, semuanya kelihatan baik-baik saja. Beberapa detik kemudian, kembali sebuah suara terdengar, kali ini dengan nada yang sangat mendesak "Li Kecil, pencet tombolnya sekarang!" Kali ini dia segera menyadari bahwa itu adalah suara Tuhan-nya yang berkata padanya. Dia tidak mengerti alasan kenapa dia harus memencet tombol itu, tapi dia tahu bahwa dia harus menuruti- Nya. 

Alarm pun dibunyikan, dan 3000 orang segera naik ke permukaan secepatnya, dengan bingung dan penasaran apa yang telah terjadi. Kepala kamp juga berlari keluar dari kantornya, ingin tahu kenapa gadis kecil itu memencet tombol merah. Hanya berselang beberapa saat setelah pekerja terakhir meninggalkan lokasi pertambangan, sebuah gempa bumi hebat mengguncang tempat itu. Seluruh area pertambangan itu runtuh dan tak ada seorang pun yang mampu membangunnya kembali sampai saat ini. Suatu keheningan yang mencekam segera meliputi tempat itu saat guncangan gempa bumi itu berakhir, semua orang memandangi sosok kecil dan ringkih yang telah menekan tombol merah itu. Akhirnya, suara kepala kamp segera memecah keheningan, "Kawan Li, bagaimana ... bagaimana Anda tahu kalau harus menekan tombol merah itu?" Li Kecil menjawab sekeras-kerasnya, "Tuhan Yesus Kristus-lah yang menyuruh saya untuk memencet tombol merah itu. Ia menyuruh saya tiga kali sebelum saya melakukannya. Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan bagi kita untuk mengenal Allah yang hidup dan yang sejati. Dia mencintai kalian semua dan Dia baru saja menunjukkan kasih-Nya dengan menyelamatkan kalian semua. Kalian harus berbalik dari dosa-dosa kalian dan memberikan hidup kalian pada-Nya!" Sekitar 3000 pekerja dan kepala kamp segera berlutut dan berdoa supaya Yesus mengampuni mereka dan mau hidup dalam hati mereka semua. (t/ary) 

Sumber: Asia Harvest Newsletter

 

Related Articles : Good Story, Doa

Tuesday, April 28, 2009

Good Story

Ini adalah cerita seorang ibu yg akan menyelesaikan skripsinya.

 

Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka. Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. 

Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering. Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir. Saya tidak bergerak sama sekali... suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir. 

Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma. Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia sedang "tersenyum". Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan ketika ia minta untuk dapat diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya. 

Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka. 

Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli. (Jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli sesuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan). Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya. 

Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bemata biru itu. 

Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih." Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan." 

Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya. Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena Rahmat Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain. Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah. 

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya. Saya menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya. Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan.. 

Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yang ada diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.. 

Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT. Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN SESAMA.

 

Related Articles : Apakah Botol Yang Kau Bawa Pecah ?, Billy Bertobat

Thursday, April 23, 2009

Doa

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia Roh seorang Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.


Malaikat memulai pembicaraan, "kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!"


"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.


Setelah itu malaikatpun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.


Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali merngunjunginya ; dengan antusias si pengusaha bertanya, " apakah besok pagi aku sudah pulih? pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".

Dengan lembut si Malaikat berkata, " anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktu mu tinggal 60 menit lagi, rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang Istri, disebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".


Kata Malaikat, "aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua ? itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"

 

Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh," Tuhan Yesus, aku tau kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik ! Aku tau dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tau dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan perpuluhan di gereja itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupin perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu, tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri." dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan kurus karena kurang istirahat".


Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir dipipi di pengusaha ini . . . timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

 

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa tapi waktunya sudah terlambat ! tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !


Dengan setengah bergumam dia bertanya, "apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman gereja tidak ada yang berdoa buatku?"


Jawab si Malaikat,'" ada beberapa yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini, itu semua karena selama ini kamu arogant, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah".

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia, tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur dikursi sambil memangku si bungsu.

 

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, "anakku, Tuhan melihat air matamu dan  penyesalanmu ! ! kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".


Dengan terheran-heran dan tidak percaya ,se pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.


Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan.

 

Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tau tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja kan ? untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negri ?


Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca dikoran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU, setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu.


Pesan Moral :
Doa sangat besar kuasanya, tak jarang kita malas, tidak punya waktu, tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.
Ketika kita mengingat seorang sahabat lama / keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia, mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.
Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Allah dari peristiwa yang terjadi.

Your Opinion

Nama:
Alamat Email:
Pendapat Anda tentang blog ini:

create form
lowongan kerja di rumah